Republika, 26 Desember 2008
JAKARTA -- Masyarakat yang akan bepergian ke luar negeri tanpa memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bersiaplah merogoh kocek lebih dalam. Direktorat Jenderal Pajak telah memutuskan menaikkan biaya fiskal perjalanan ke luar negeri hingga menjadi Rp 2,5 juta.
Biaya sebesar itu untuk para pelancong yang bepergian bandar udara, dan Rp 1 juta bagi mereka yang bepergian dengan menggunakan jalur laut. Kenaikan biaya fiskal itu akan mulai berlaku pada 1 Januari 2009. Kenaikan fiskal ke luar negeri hingga 150 persen itu, menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution, dimaksudkan untuk memaksa masyarakat yang tergolong wajib pajak membuat NPWP.
"Fiskal Rp 2,5 juta itu supaya orang lebih bersemangat membuat NPWP.Kalau dibiarkan tetap sejuta, jangan-jangan nanti orang bilang,"Daripada masuk ke sistem, kita bayar saja fiskal," ujar Darmin di Jakarta, Rabu (24/12) lalu. Ia menambahkan, aturan baru soal fiskal luar negeri ini menunggu ditandatanginya Peraturan Pemerintah yang mengatur kenaikan fiskal tersebut.
PP itu sendiri akan berlaku hingga 31 Desember 2010 dan setelah itu rencananya pemerintah akan menghapus fiskal luar negeri. Sebelumnya biaya fiskal ke luar negeri dengan pesawat udara ditetapkan sebesar Rp 1 juta rupiah. Sedangkan bagi pelintas batas negara dengan jalur laut hanya dikenakan Rp 500 ribu.
Namun masih terdapat kelompok orang yang dikecualikan dalam membayar fiskal ke luar negeri, meski tidak memiliki NPWP. Mereka adalah wajib pajak yang berusia di bawah 21 tahun, orang asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan, pejabat diplomatik, penggiat organisasi internasional, WNI yang memiliki dokumen resmi sebagai penduduk negara lain, jamaah haji, pelintas batas melalui darat, serta tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN). Masyarakat yang termasuk kategori di atas secara otomatis bebas biaya fiskal ke luar megeri.
Darmin sendiri menegaskan bahwa keputusan untuk meningkatkan biaya fiskal itu bukan bertujuan meningkatkan penerimaan pajak. "Jika semuanya sudah membuat NPWP malah bisa jadi penerimaan dari fiskal ke luar negeri ini jadi nol," ujar dia. Namun penerimaan negara yang hilang dari fiskal, ujar dia, bisa didapatkan dari pembayaran pajak masyarakat yang memiliki NPWP.
10 juta NPWP
Darmin juga menyatakan, hingga ahir Desember ini jumlah pemegang NPWP sudah tercatat 10 juta orang lebih. Lonjakan terbesar terjadi pada pengajuan NPWP baru yan terjadi di bulan ini, mengingat pada awal bulan jumlah pemegang NPWP baru 9 juta. Jumlah itu terdiri dari 1,8 juta merupakan wajib pajak (WP) besar dan WP badan, sementara sisanya adalah NPWP orang pribadi.
"Saya kira tadinya tidak menyangka akan sampai sebesar itu. Tidak ada yang membayangkan bisa seperti ini. Kita dapat 10 juta," ujar dia. Darmin mengatakan, pada bulan November lalu pertambahan jumlah pemilik NPWP baru tercatat 2,5 juta orang, dengan rata-rata pengajuan per hari 7.000 hingga 8.000 orang. Pada Desember, permintaan pembuatan NPWP itu melonjak hingga rata-rata per hari 50.000 sampai 100.000 orang. "Bahkan pernah sampai 200.000 orang dalam sehari," ujar dia.
Di tahun depan, sistem perpajakan akan memasuki tahap dua, yakni tahap perbaikan di bidang manajemen dan pengelolaan perpajakan. Empat tahun ke depan, menurut Darmin, Ditjen Pajak akan ebih fokus pada kompetensi SDM setelah sebelumnya sudah fokus ke bisnis, proses supporting dan teknologi informasi.
Hingga 22 Desember, penerimaan dari sektor perpajakan sekitar Rp 639,1 triliun (105 persen), pajak dalam negeri Rp 603,1 triliun (104 persen), Pph Rp 316,5 triliun (104 persen), pajak perdagangan internasional (bea cukai) Rp 35,9 triliun (124,1 persen), dan PNBP Rp 289,4 triliun (102,3 persen). Dari angka tersebut terlihat bahwa pencapaian penerimaan pajak telah melampaui target.
No comments:
Post a Comment